Bergabunglah

Bagi anda yang butuh biaya kuliah, buka usaha, tidak punya modal, cobalah luangkan waktu untuk mencermati, menganalisa tawaran kami di;
http://www.asiakita.com/halaqa-kita
Semoga mamfaat
Powered By Blogger

Rabu, 05 Mei 2010

METODE PENDIDIKAN AL-QUR`AN DALAM PENCIPTAAN IKLIM ILMU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar B elakang

Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalaui proses pembelajaran dan / atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasioanal yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang
Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan Negara Indonesia. Mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi salah satu dari fungsi dan tujuan Negara meliputi berbagai aspek, bukan hanya terbatas pada aspek kecerdasan yang menjadi wilayah otak dan akal tetapi juga meliputi kecerdasan spiritual, dan kecerdasan emosional.
Suatu Sistem Pendidikan Nasional dibangun atas dasar falsafah Bangsa dengan suatu tujuan yang ingin dicapai, melalui system kelembagaan pendidikan yang secara jelas mengatur jenis, jenjang, jalur dan tingkatan pendidikan, yakni pendidikan umum atau kejuruan, jalur sekolah atau luar sekolah dengan tingkatan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 termaktub bahwa:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Banyak dan beragam cara dan sarana yang dikemukakan oleh para filosof dan cendikiawan guna meraih pengetahuan yang, masing-masing sesuai dengan obyek pengetahuan yang hendak diperoleh. Al- Qur`an menyebut sekian banyak cara atau metode. Dimulai dengan menarik pelajaran dari perjalanan melakukan pandangan kritis terhadap alam raya dan fenominanya serta sejarah umat manusia, sampai kepada mengamati sisi dalam dan sisi luar manusia. Firman Allah dalam QS, Yusuf (12): 111, Allah menegaskan bahwa:

Terjemah:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Tafsir:
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa kisah-kisah Nabi-nabi terutama kisah Nabi Yusuf as bersama ayah dan saudara-saudaranya, adalah pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat,pikiran waras, sedang orang-orang yang lalai yang tidak memanfaatkan akal dan pikirannya itu untuk mendalami dan memahami kenyataan-kenyataan yang ada, maka kisah Nabi tersebut tidak akan bermanfaat baginya yang tidak akan mengambil pelajaran dan peringatan baginya. Kitab suci al-Qur`an yang membawakan kisah-kisah tersebut, bukanlah suatu cerita yang dibikin-bikin dan diada-adakan,tetapi ia adalah wahyu yang diturunkan dari Allah dan mempunyai daya melemahkan tokoh-tokoh sastera dan pembawa berita yang ulung untuk menyusun yang seperti itu, dan ia diberitakan dari orang-orang yang tidak pernah mempelajari buku-buku dan tidak pernah bergaul dengan ulama-ulama cendikiawan. Bahkan al-Quran itu membenarkan isi kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada Nabi-nabi sebelumnya, seperti kitab Taurat, kitab Injil dan kitab Zabur, tentunya ia masih murni, bukan yang sudah ditambah dengan khurafat dan lain-lain hal yang tidak menggambarkan lagi kemurniannya. Di dalam kitab suci al-Qur`an itu diuaraikan dengan jelas perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya, janji dan ncamanNya,sifat kesempurnaan yang wajib bagiNya dan Maha Suci dari sifat-sifatnya kekurangan dan hal-hal yang lain sebagaiman firman Allah SWT:
... •           .... الآية.
Artinya : “ Tiada Kami alpakan sesuatupun di dalam al-Kitab. … “.
Kita dapat berkata bahwa apa yang dikemukakan oleh para filosof dan cendikiawan menyangkut cara-cara memperoleh pengetahuan, didikung oleh al-Qur`an, tetapi yang dikemukakan itu belum mencakup semua yang dikemukakan al-Qur`an. dalam QS. al-Nahl (16) : 78

Terjemah:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Tafsir:
Dalam ayat ini menjelaskan kegaiban dan keajaiban yang amat dekat dengan manusia. Manusia mengetahui fase-fase pertumbuhan janin, tetapi mereka tidak mengetahui bagiamana jalannya proses perkembangan janin yang terjadi dalam rahim itu sehingga mencapai kesempurnaan. Yakni sejak dari dua sel organism (sel hidup) yang lebur menjadi satu sel sehingga menjadi manusia baru yang membawa sifat-sifat kedua orang tuanya dan leluhurnya. Sewaktu masih di dalam rahim Allah menganugerahkan kesedian-kesedian (bakat) dan kemampuan pada diri manusia itu seperti bakat berpikir, berbahagia, mengindera. Setelah manusia itu lahir, dengan hidayah Allah segala bakat itu dapat berkembang. Akalnya dapat memikirkan tentang kebaikan dan kejahatan kebenaran dan kesalahan, hak dan batal. Dengan bakat, pendengaran dan penglihatan yang telah berkembang itu manusia mengenali dunia sekitarnya dan mempertahankan hidupnya serta mengadakan hubungan dengan sesame manusia. Dan dengan perantara akal dan indera itu pengalaman dan pengetahuan manusia sehari kesehati semakin bertambah dan berkembang.
FirmanNya di atas menunjukkan kepada alat-alat pokok yang digunakan guna meraih pengetahuan. Alat pokok pada obyek yang bersifat material adalah mata dan telinga, sedang obyek yang bersifat inmaterial adalah akal dan hati. Dalam pandangan al-Qur`an, ada wujud yang tidak tampak betapapun tajamnya mata kepala atau pikiran. Banyak hal yang tidak dapat terjangkau oleh indera, bahkan oleh akal manusia. Yang dapat menangkap hanyalah hati, melalui wahyu, ilham,atau intuisi. Dari sini pula sehingga al-Qur`an di samping menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar mengasah akal, yakni daya pikir dan mengasuh pula daya kalbu.
Dan sabda Rasulullah:
قـد افلح من اخـْــلصَ قلبه لِلإيمان وجعل قلبهُ سليماً ولسانهُ صادقاً ونفسَهُ مُـطـْـمئـِـنّـة ً وخليقـتَـهُ مُـستقيمـة ً وجعل اُذُنهُ مُـستمِعة ً وعينه ناظِـرَة ً، فأمّا الاُذ ُنُ فقمْعٌ والعينُ مُقرّة ٌ بـِما يوعِى القلبُ وقد افلح من جعـل قلبه واعِـيًا . رواه احمد.
" Sungguh berbahagia orang yang memurnikan hatinya untuk beriman kepada Allah dan menjadikan hatinya selamat dari menentang allah dan lisannya benar dan jiwanya tenang ( dalam beribadah) dan budi pekertinya lurus dan menjadikan telinganya mendengarkan dan matanya melihat. Adapun telinga itu corong dan mata itu tempat untuk apa-apa yang diwadahi oleh hati dan sungguh beruntung orang yang menjadikan hatinya wadah (iman)”.
Al-Qur`an adalah petunjuk bagi orang-orang yang meneliti dan mendalami isinya dan orang –orang yang membacanya dengan penuh kesadaran. Dia akan membimbing kejalan yang benar, amal saleh dan kebahagian dunia akhirat. Dia adalah rahmat bagi orang-orang yang beriman, yaitu membenarkan dan mempercayai serta mengamalkan isinya, karena iman itu ialah ucapan yang dibenarkan oleh hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.
Dalam wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW Allah mengisyaratkan hal tersebut dengan firman-Nya: QS. al- ‘Alaq (96) : 4-5

Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam ( pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Pada kedua ayat di atas terdapat apa yang dinamai ihtibak, yang maksudnya kalimat yang bergandengan karena keterangan yang dimaksud telah disebut pada kalimat lain.
Dari uraian di atas kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah SWT dalam mengajar manusia. Yang pertama melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Pada ayat empat (QS. al- ‘Alaq), kata manusia tidak disebut karena telah disebut pada ayat lima, dan pada ayat lima kalimat tanpa pena tidak disebut karena pada ayat empat telah diisyaratkan makna itu dengan pena. Dengan demikian kedua ayat di atas dapat berarti “ Dia (Allah) mengajarkan dengan pena (tulisan) hal-hal yang telah diketahui manusia sebelumnya dan Dia mengajarkan manusia (tanpa pena) apa yang belum diketahui sebelumnya.” Kalimat yang telah diketahui sebelumnya disisipkan karena isyarat pada susunan kalimat kedua, yaitu, yang belum/tidak diketahui sebelumnya. Sedang kalimat “tanpa pena” dalam susunan pertama. Yang dimaksud dengan ungkapan “ telah diketahui sebelumnya” adalah khazanah pengetahuan dalam bentuk tulisan.
Satu pernyataan filosofis yang dikemukakan oleh WR Supratman dalam syair lagu “ Indonesia Raya.” Bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia Raya, terasa pada usia kemerdekaan Indonesia yang sudah renta ini yakni ke 64 tahun memberi relevansi yang sangat strategis pada upaya pembangunan bangsa.
B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dalam makalah ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Sejauh mana tergesernya fungsi dan peran metode pendidikan al-Qur`an dalam penciptaan iklim ilmu
2. Apakah pembinaan nilai-nilai al-Qur`an berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan pencapaian tujuan pendidikan Islam
3. Apa yang dijadikan tolak ukur keberhasilan sistem pendidikan
4. Bagaimana metode pembinaan nilai-nilai pendidikan al-Qur`an pada anak dalam keluarga

Bab II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Untuk menghindari salah paham maka di dalam makalah ini perlu memberikan pengertian beberapa kata yang terdapat di dalam makalah ini yaitu:
1. Metode : Cara yang paling tepat dan cepat
2. Pendidikan : Pemberian bantuan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik untuk mencapai suatu tujuan dengan memanfaatkan secara efektif dan selektif alat-alat pendidikan.
3. Iklim : Kondisi.
4. Ilmu : Kepandaian / Pengetahuan.
Secara umum dari ungkapan pengertian di atas dapat disimpulkan cara yang paling tepat dan cepat sebagai usaha untuk menambah kesadaran individu yang utuh, berkesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akal pikiran serta tumbuhnya budi pekerti yang luhur, bagi setiap pribadi muslim melalui mekanisme yang kuat dari peranan metode pendidikan al-Qur`an yang sekaligus menjadi implementasi terhadap pola kehidupan dunia dan akhirat.
B. Metode Pendidikan al-Qur`an
Al-Qur`an al-Karim mengintruduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk kejalan yang lurus. Nabi Muhammad SAW yang menerimanya melukiskan diri beliau, antara lain dengan sabdanya: (بعثت معـلّما) Aku diutus sebagai pengajar, ini dapat dimengerti karena kalau merujuk pada ayat-ayat al-Qur`an maka kita dapat menemukan berbicara secara langsung atau tidak menyangkut hampir seluruh unsur kependidikan. Tentunya kita sebagai umat relegius, yang tunduk dan patuh pada aturan agama, yaitu agama Islam yang di dalamnya ada tuntunan dan pedoman bagaimana bertingkah laku dan berakhlak mulia. Menyimak sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
عـن ابى هريرة قال قال رسول اللهِ صل الله عليه وسلم إنّــما بــعـثت لأ ُ تــمّــما صا لح الأ خلاق * رواه احمد فى تفسير ابن كثير ج 4- ص- 403
Artinya:
Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah bersbda: Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak atau budi pekerti yang mulia.

Di sini berarti Allah mengutus Nabi Muhammad itu untuk menyempurnakan akhlak, menyebarkan dan mendidik agama Islam pada umatnya untuk mewujudkan tingkah laku yang mulia dan membawa manfaat serta mengangkat harkat dan martabat umat agar menjadi umat yang mulia.


Di mulai dari tujuan,obyek dan subyek, materi, dan sistem serta metode pendidikan. Dengan demikian kita dapat berkata bahwa al-Qur`an secara keseluruhan langsung atau tidak dapat dijadikan materi pembelajaran.
Kondisi pendidikan di tanah air dewasa ini dinilai belum mencapai apa yang diharapkan kalau enggan berkata gagal. Pendidikan agama, pada dasarnya bertujuan mendidik manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama. Keberagamaan bersumber pada kalbu manusia berbeda dengan ilmu yang banyak bertumpu pada nalar. Karena itu pengajaran agama dan pendidikan agama seharusnya lebih banyak tertuju pada kalbu manusia, bukan akalnya, atau paling tidak penyucian kalbu harus seimbang dengan pencerahan akal. Para pendidik selama ini, dinilai terlalu menekankan pada sisi akliah manusia dan melupakan sisi ruhaniahnya, sehingga segala sesuatu dirasionalkan, ada juga upaya yang demikian gencar disadari atau tidak melakukan desakralisasi dalam segala bidang kehidupan sehingga menghasilkan despritualisasi. Karena ini dapat terlihat dari beberapa indikator di antaranya:
1. Tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.
2. tingginya tingkat koropsi, bukan hanya pada kalangan pejabat birokrasi tetapi telah merambah kekalangan legeslatif yang nota bene kader-kader partai Islam.
3. Mudahnya menghujat orang tanpa adanya sopan santun lagi.
Berbagai tindakan kriminal yang kian marak terjadi dewasa ini dan menjadi berita utama (head-line) hampir semua media cetak maupun elektronik setiap saat sudah menjadi hal yang wajar dan biasa bagi komunitas bangsa kita. Yang lebih menarik dan perlu dicermati bahwa para pelaku tindak kriminal yang cenderung meningkat tersebut kebanyakan pelajar dan mahasiswa yang notabene adalah manusia terpelajar, terdidik dalam sebuah pendidikan dan pengajaran yang terstruktur.mereka berlomba dalam permusuhan, perkelahian, tawuran, fitnah, narkoba, kecurangan. Kita seperti atau bahkan sudah kehilangan jati diri sebagai manusia yang berbudaya dan beradap. Sebagai sebuah bangsa dengan komunitas muslim terbesar di dunia saat ini tentu sangat menyedihkan dan memililukan. Karena itu perlu digaris bawahi perlunya penyeimbangan antara sisi rasional dan suprarasional.
Sebagaimana Negara-negara Islam lainnya, kita pun mengimpor sistem pendidikan barat untuk memperbaiki alat-alat peradaban guna mencapai tujuan materialnya. Sistem pendidikan ini hanya memberikan pengetahuan yang akan membantu peserta didik meraih kemajuan teknologi juga menimbulkan keraguan dan kebingungan, menyebabkan terbelahnya kepribadian manusia dan arena itu menjerumuskan kedalam nilai-nilai yang telah membuat barat menderita.
Pendidikan memang merupakan suatu kegiatan mulia yang selalu mengandung kebajikan `sesuai tujuan umumnya untuk memanusiakan manusia, namun harus disadari bahwa pendidikan yang selama ini dianggap sakral dan bebas nilai sebagaimana diasumsikan banyak orang ternyata tidak dan juga mengandung penindasan para praktisi pendidikan: “ Guru,Dosen, maupun Trainer-trainer pada lembaga pendidikan formal, non formal maupun pendidikan rakyat, banyak yang tidak sadar bahwa ia tengah terlibat dalam suatu pergumulan politik dan ideology melalui arena pendidikan.
Melihat kenyataan ini, sudah saatnya kita harus menggali nilai-nilai hakiki ajaran agama, muatan-muatan spiritual-ruhuniah, yang sarat makna dan sanggup memenuhi tuntutan kebutuhan kalbu- dimensi lain yang selama ini mungkin terabaikan dalam system pendidikan dan pengajaran kita, seperti telah diperaktekkan kaum muslimin pada masa-masa awal perkembangan Islam, untuk diterapkan dalam system pendidikan dan pengajaran kita, tentu dengan penyesuaian seperlunya sehingga nantinya tidak malah mengaburkan bahkan mengabaikan tujuan utama yang hendak dicapai.
Firman Allah QS. al-isra`(17) : 89

Dan Sesungguhnya kami Telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al Quran Ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (Nya).
Tafsir:
Allah SWT menerangkan cara-cara (metode) Dia menyampaikan sesuatu maksud dengan ayat-ayat al-Qur`an, sehingga dengan metode demikian para pembaca dan pendengar mudah memahaminya sehingga dengan mudah hati mereka tergerak melaksanakan ajaran-ajaran al-Qur`an itu. Kadang-kadang Dia mengulang-ulangi suatu penjelasan dengan berbagai macam susunan kata; ada yang berbentuk perintah; ada yang berbentuk kalimat berita; ada pula yang menceritakan riwayat-riwayat orang-orang terdahulu yang telah diutus para rasul kepada mereka. Demikian pula isinya yang bermacam-macam pula, seperti aqidah, hokum-hukum, budi pekerti, ibadah, kisah-kisah dan sebagainya, semuanya itu disampaikan dengan cara-cara yang tepat pula.
Sekalipun Allah telah menyampaikan dengan berbagai macam metode yang demikian itu, dan isinyapun mengandung nilai-nilai yang tinggi untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat, namun orang kafir tidak mau beriman dan terus-menerus menantang dan berpaling dari kebenaran. Padahal semua apa yang telah kita pelajari akan dipertanggung jwabkan di hadapan Allah kelak dan al-Qur`an akan menjadi saksi dan sebagai pelapor yang dibenarkan laporannya. Sebagaiman sabda Rasulullah SAW:
وقال رسول الله صلّ الله عليه وسلّم القرانُ شافعٌ مُـشـفـّـعٌ وما حِلٌ مصدّ قٌ من جعـله امامه قاده إلى الجنةِ ومن جعـله خـلفه ســاقاه إلى النارِ * رواه ابن حـِبان والبيهقى واالطبرانى فى الكــبــيــــر.
Artinya :
Rasulullah SAW bersabda: al-Qur`an sebagai syafaat yang dibenarkan syafaatnya dan sebagai pelapor yang dibenarkan laporannya, barang siapa yang menjadikan al-Qur`an di depannya maka al-Qur`an akan menuntun ke dalam surga dan barang siapa yang menjadikan al-Qur`an di belakangnya maka al-Qur`an akan menjerumuskan ke dalam neraka.
Jadi menurut hadits di atas ini al-Qur`an akan memberikan syafaat dan menjadi saksi dan juga sebagai pelapor yang dibenarkan laporannya nanti di hari kebangkitan. Di samping itu Nabi juga akan di datangkan untuk menjadi saksi umatanya. Karena lisan kita nanti terkunci dan dua tangan akan berbicara dan dua kaki akan menjadi saksi. Sebagaimana firman Allah di dalam surat (36) : 65 Yasin:
           
Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.

Pada hari itu lidah mereka tidak bisa berbicara, kemudian anggota mereka menjadi saksi terhadap mereka atau lidah-lidah mereka tidak dapat mengatakan apa-apa lagi, karena telah nyata bersalah. Maka nyatalah kegundahan dan kegelisahan pada tubuh mereka. Dan juga di dalam QS. (16) : 89 al-Nahl:

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

Kata (نبعث) nab ‘atsu pada ayat ini dipahami oleh beberapa ulama dalam arti membangkikatkan dari kubur, sebagaimana disinggung oleh al-Jamal dalam komentarnya terhadap tafsir al-jalain. Pendapat ini kurang tepat karena ayat ini berbicara tentang peristiwa yang terjadi setelah kebangkitan semua manusia dari kuburnya. Ketika itu, setiap kelompok umat berkumpul di Padang Mahsyar, lalu Allah menghadirkan saksi untuk menyampaikan kesaksiannya terhadap mereka masing-masing. Kata tersebut sejalan maknanya dengan kata (جئنابك) ji’nَa, yakni Kami datangkan dan mengundangmu untuk memberikan kesaksian.
Kata (من انفسهم) min anfusihim, dari kalangan mereka sendiri member bobot yang lebih kukuh terhadap kesaksian itu, yakni, bahwa yang menyaksikan bukan orang lain dari luar lingkungan mereka, tetapi dari kalangan mereka sendiri sehingga kecurigaan terhadap saksi bukanlah pada tempatnya. Perhatikan kembali pembelaan Nabi ‘Isa as kepada kaumnya yang menganut paham trinitas. Di sana, walaupun beliau tidak memintakan ampun,terkesan adanya semacam rasa iba terhadap para pendurhaka itu, yakni kita beliau mengakhhirkan kesaksiannya dengan menyampaikan kepada Allah.
  •          
Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Pengggalan awal ayat 89 ini bukan merupakan pengulangan terhadap ayat 84. Di sana ia tampilkan untuk menekankan bahwa para pendurhaka tidak diperkenankan menyampaikan dalihnya, sedang di sini untuk menjelaskan bahwa Rasullullah saw akan diundang menjadi saksi atas semua yang diistilahkan oleh ayat ini dengan (هؤ لآء) hَa’ulَa’i.
Kata (هؤلآء) hَa’ulَa’i dipahami oleh para ulama dalam arti para Nabi dan saksi yang menyampaikan kesaksian mereka, yakni Nabi Muhammad SAW menjadi saksi terhadap mereka. Ada juga yang memahami dalam arti umat manusia sejak masa kenabian Nabi Muhammad hingga hari kiamat انتم شهداء فى الارض) )
Kata (تبيانا) tibyَanan menurut TM. Hasbi Ash Shiddieqy, di dalam tafsirnya al-Bayan, Tibyan bermakna menjelaskan segala ilmu yang bermanfaat baik berita yang telah lalu maupun apa yang akan datang halal dan haram serta segala yang dibutuhi masyarakat. Sedangkan Qurais Shihab kata (تبيانا) Tibyَanan mengandung makna yang lebih dalam dan sempurna daripada kata (بيانا ) Bayَanan karena kata tibyan terdapat penambahan huruf. Pakar-pakar bahasa merumuskan bahwa, “Penambahan huruf mengandung penambahan makna.”
Tibyَan yang dimaksud dapat merupakan penjelasan yang ditemukan dalam al-Qur`an sendiri karena ayat alQur`an saling menjelaskan, atau dari kesepakatan para ulama dan qiyas, yakni analogi. Dengan menggunakan pendekatan yang digunakan al-Qur`an dikemukakan oleh al-Qur`an ini, jawabannya semua persoalan hukum dan keagamaan menjadi jelas.
Firman-Nya: (تبيانا لكلّ شيئ) tibyanَan li kulli syai’, penjelasan bagi segala sesuatu dijadikan para ulama sebagai salah satu alasan untuk menyatakan bahwa al-Qur`an mengandung segala macam ilmu pengetahuan. Ketika menafsirkan firman-Nya:
•
“ Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab” ( QS. al-An ‘am (6 : 38), menjelaskan bahwa salah satu ulama yang memperluas cakupan makna ayat ini adalah Iman Ghazَali (w. 1111 M ) Hujjatul Islam ini menulis dalam bukunya, Jawَahir al-Qur`an, bahwa: “ Semua jenis pengetahuan tidak keluar dari kandungan al-Qur`an karena semuanya bersumber dari samudera ilmu Allah yang tidak terbatas.
Iman Ghazali mendasarkan pendapatnya di atas pada hakikatnya yang tidak diingkari oleh siapapun yang mempercayai Allah, yaitu bahwa Allah Maha Mengetahui. Hanya saja, Ghazali melanjutkan bahwa karena al-Qur`an bersumber dari Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui itu, tentu al-Qur`an mencakup ilmu Allah SWT.
Logika al-Ghazali ini tidak sepenuhnya di dukung oleh banyak ulama karena, walaupun al-Qur`an adalah kalam Allah ,kalam tidak otomatis telah mencakup segala yang diketahui oleh pembicara, lebih-lebih jika disadari bahwa kalam Allah itu pada dasarnya hanya ditujukan kepada manusia yang hidup sejak masa Nabi Muhammad SAW.
Memang dari segi redaksional (لكل شيئ) li kulli syai’, bagi segala sesuatu dapat dipahami dalam arti “ segala-galanya”, tetapi salah satu yang menghadang pemahaman yang sangat luas itu adalah kenyataan bahwa sekian banyak pilihan ilmu, apalagi perinciannya tidak tercantum dalam alQuran. Kalimat di atas harus dikaitkan dengan fungsi al-Qur`an. fungsinya adalah menjelaskan keesaan Allah, tuntunan-tuntunan-Nya, serta hukum-hukum agama yang mengantar kepada kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.
Berbeda pendapat ulama menyangkut kaitan antara penggalan pertama ayat ini yang berbicara tentang kesaksian Nabi Muhammad dan turunnya al-Qur`an. ada yang memahami penggalan yang kedua ayat di atas berhubungan dengan ayat 64: (وما انزلنا عليك الكتاب إلآ لتبيّن لهم الذي اختلفوا فيه) wamَa anzalnَa ‘alaika al-kitَaba illَa litubayyina lahum alladzَi ikhtalafَu fihi ; dan Kami tidak menurunkan kepadamu kitab, melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan.
Thabَathaba ‘i menghubungkan kedua penggalan itu dengan sangat erat menurutnya,ayat ini bagaikan meyatakan: Kami mendatangkanmu sebagai saksi terhadap mereka dan, dalam saat yang sama, Kami telah menurunkan kitab (al-Qur`an) yang merupakan penjelasan menyangkut segala sesuatu dalam persoalan hidayah. Kebenaran dapat diketahui serta dibedakan dengan yang batil melalui kitab itu dan dengan demikian ia menjadi saksi di hari kemudian. Terhadap orang zalim dan kezaliman mereka dan terhadap kaum muslimin atas keislaman mereka. Ini karena kitab tersebut adalah petunjuk, rahmat, dan berta gembira dan engkau wahai Nabi Muhammad, adalah pemberi petunjuk, pembawa rahmat dan berita gembira bagi mereka”
C. Hubungan (Munasabat surat yusuf dengan al-Nahl dan al-Isra`
Dalam surat ini, Allah secara umum mengemukakan adanya tanda-tanda keesaan Allah ketiga surat tersebut sama-sam memuat pengalaman nabi-nabi zaman dahulu beserta uamatnya. Dan di akhir surat yusuf diterangkan bahwa al-Qur`an itu bukanlah perkataan yang dibuat-buat, melainkan petunjuk dan rahmat. Sedangkan hubungan surat al-Nahl dengan surat al-Isra` adalah:
1. Dalam surat al-Nahl ini, Allah menyebutkan perselisihan orang-orang Yahudi tentang hari sabtu, kemudian di surat al-Isra dijelaskan syariat orang Yahudi yang ditetapkan bagi mereka di dalam taurat.
2. Sesudah Allah menganjurkan kepada Nabi Muhammad dalam surat al-Nahl agar bersabar dan melarang beliau agar jangan berduka cita atas upadaya orang-orang musyrikin, maka di surat al-Isra Allah menerangkan kemuliaan Nabi Muhammad serta martabatnya yang tinggi di hadapan Allah.
3. Dalam surat al-Nahl Allah menerangkan bermacam-macam nikmat-Nya di samping itu Allah menerangkan, bahwa kebanyakan mereka itu tidak mensyukuri nikmat itu, kemudian dalam surat al-Isra disebutkan lagi nikmat yang lebih besar diberikan kepada Bani Israil yang mereka tidak mensyukurinya malah mereka berbuat kerusakan di muka bumi.
4. Dalam surat al-Nahl Allah mengatakan bahwa madu yang keluar dari lebah merupakan miniman yang mengandung obat bagi manusia, maka dalam surat al-Isra diterangkan al-Qur`an pun mengandung juga obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

D. Adapun Hukum-hukum yang terkandung
Beberapa hokum tentang makanan dan minuman yang diharamkan dan dihalalkan; kebolehan memakai perhiasan yang berasal dari dalam alut seperti mutiara dan merjan; dibolehkan memakan makanan yang diharamkan dalam keadaan terpaksa; kulit dan bulu binatang dari hewan yang halal dimakan, dipandang suci bila di ambil ketika binatang itu masih hidup atau sesudah disembelih; kewajiban memenuhi perjanjian dan mempermainkan sumpah; larangan membuat-buat hokum yang tidak ada dasarnya; perintah membaca isti’adzah, yang meminta perlindungan kepada Allah dari syetan-syetan yang dirajam (terkutuk) larangan membalas siksa melebihi siksa yang diterima; perintah berbuat adil dan berbuat baik terhadap kerabat dan mencegah kemungkaran; larangan Allah tentang menghilangkan jiwa manusia; larangan mendekati zina atau berzina; larangan mempergunakan harta anak yatim untuk keperluan diri sendiri kecuali dengan cara yang dibenarkan agama; larangan ikut-ikutan (taqlik) melakukan sesuatu tanpa mengetahui ilmunya, baik dengan meniru kata-kata maupun perbuatan; dan larangan durhaka kepada kedua orang tua; perintah Allah tentang memenuhi janji, menyempurnakan timbangan dan takaran; melaksanakan shalat lima waktu tepat waktunya


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Fungsi dan peranan metode pendidikan al-Qur`an dalam penciptaan iklim ilmu sangat jauh bergeser karena para pendidik dinilai selama ini hanya menekankan pada sisi akliah manusia dan melupakan sisi ruhaniahnya. Sehingga segala sesuatu dirasionalkan disegala bidang kehidupan ini dapay terlihat dari indikator diantaranya:
a. Tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.
b. Tingginya tingkat korupsi oleh semua kalangan
c. Mudahnya menghujat orang tanpa adanya sopan santun lagi.
Idealnya pendidikan agama, pada dasarnya bertujuan mendidik manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama, keberagamaan bersumber pada kalbu manusia, berbeda dengan ilmu banyak bertumpu pada nalar. Karenaa itu pengajaran dan pendidikan agama seharusnya tertuju pada kalbu manusia atau paling tidak penyucian kalbu harus seimbang dengan pencerahan akal.
2. Melihat ruang lingkup, muatan tujuan pembinaan nilai-nilai al-Quran, maka tidak diragukan lagi bahwa pembinaan nilai-nilai al-Qur`an, maka tidak diragukan lagi bahwa pembinaan nilai-nilai metode pendidikan al-Qur`an akan sangat besar peran dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pendidikan Islam, bahkan dapat pula dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah upaya pembentukan karakter kepribadian muslim yang sesuai dengan nilai-nilai al-Qur`an. hal ini cukup beralasan bila dikaji secara teliti akan Nampak kesamaan visi dan misi antara keduanya yaitu; “membentuk manusia shalih yang diridhai Allah SWT”. Dengan demikian, pembinaan nilai-nilai metode pendidikan al-Qur`an pada anak dapat dipastikan akan sangat berpengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
3. Kondisi pendidikan di tanah air dewasa ini dinilai belum mencapai apa yang diharapkan kalau enggan berkata gagal, karena sistem pendidikan yang masih menitik beratkan pada tolak ukur keberhasilan pada unsure ranah kognetif.
4. Keluarga sebagai institusi yang sangat dekat dan erat dengan kehidupan anak, merupakan ujung tombak pembinaan nilai-nilai metode pendidikan al-Qur`an karena dalam lingkungan keluargalah nilai-nilai ini dapat dengan mudah ditanamkan dan diterapkan melalui ikatan emosional yang dalam, didasari cinta dan kasih sayang yang tulus dan murni tanpa embel-embel keformalan ( yang kadang dapat memunculkan keterpaksaan) sehingga anak dapat secara sadar dan ikhlas menerima serta melaksanakan tuntunan yang diberikan melalui bimbingan dan suri teladan yang baik dalam kehidupan keluarga.


DAFTAR PUSTAKA
1. Abu Bakar bin al- Husain bin Ali al- Baihaqi al Hafidz al-Jalil, HR. Ahmad dalam Tafsir Ibnu Katsir.
2. Ash Shiddieqi, TM. Hasbi, Tafsir al-Bayan
3. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur`an dan tafsirnya
4. Fakih Mansor, dalam Pengantar Ideologi-Ideologi Pendidikan
5. Tafsir,Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam
6. Syed Sajjad Husain & Syed Ali Ashrof, Krisis Dalam Pendidikan Islam
7. Shihab, M. Qurais, Menabur Pesan Ilahi
8. ----------------------, Tafsir al- Misbah
9. Kamus Bahasa Indonesia
10. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harap tinggalan komentar anda terhadap tulisan ini